Aktivitas gunung berapi yang meningkat
selalu dibarengi dengan semburang abu vulkanik, dalam waktu terakhir
beberapa gunung berapi di Indonesia
menunjukan peningkatan aktifitas vulkaniknya yang paling parah adalah
Merapi yang terkenal dengan wedus gembelnya, selain itu Anak Krakatau,
Semeru, Papandayan dan beberapa lainnya juga meningkat.
Lalu seberapa berbahaya abu vulkanik bagi
kesehatan? tentu berbahaya bila kita menghirupnya. Abu vulkanik
diketahui bisa menyebabkan iritasi mata, penyakit infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA), hingga gangguan pada kulit.
Menurut dr Andreas
Dewanto, dokter Puskesmas Ngemplak, Sleman, yang bertugas di Posko
Glagahmalang, dan kini berpindah tugas ke Stadion Maguwoharjo, Yogyakarta,
kandungan abu vulkanik sangat berbahaya. “Kandungan material dari abu
yang dimuntahkan itu mengandung S102 atau pasir kuarsa yang biasa
digunakan untuk membuat gelas,” katanya.
Bentuk
pasir kuarsa itu tidak bulat layaknya debu biasa. Di bawah mikroskop,
pasir kuarsa itu tampak berujung runcing. Ini tentunya bisa melukai
saluran pernapasan, mata, bahkan kulit. “Jadi partikelnya memang
membahayakan.” Selama berada di Posko Glagahmalang, Desa Glagah Harjo,
Andreas mengatakan anak-anak berusia 2-12 tahun adalah korban yang
paling banyak terkena dampak abu vulkanik. “Keluhannya paling banyak
infeksi saluran pernapasan akut, batuk, pilek, dan iritasi mata,” kata
Andreas.
Sementara
itu, menurut Heru Trisno Nugroho, Kepala Bagian Hukum dan Hubungan
Masyarakat Rumah Sakit Umum Daerah dr Sardjito, pada hampir mayoritas
korban awan panas letusan Gunung Merapi yang dirawat di rumah sakit
tersebut, sebagian besar dari mereka mengalami trauma inhalasi karena saluran pernapasan terbakar.Mereka kesulitan bernapas, sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan (ventilator).
Masalahnya, Heru mengungkapkan, saat ini rumah sakit kekurangan alat bantu pernapasan itu. Stok
alat di rumah sakit menipis, sedangkan jumlah korban terus naik. “Kami
sudah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Kalau ada alat itu,
segera dikirim,” dia menerangkan.
Saat meletus, gunung berapi memang umumnya menyemburkan uap air
(H2O), karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2), asam klorida
(HCl), asam fluorida (HF), dan abu vulkanik ke atmosfer. Abu vulkanik
mengandung silika, mineral, dan bebatuan. Unsur yang paling umum adalah
sulfat, klorida, natrium, kalsium, kalium, magnesium, dan fluoride. Ada
juga unsur lain, seperti seng, kadmium, dan timah, tapi dalam
konsentrasi yang lebih rendah.
Dr Mukhtar Ikhsan, SpP(K), dokter spesialis paru-paru dari Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta,
yang dihubungi Tempo, mengatakan, khusus silika, sebenarnya memang ada
di sekitar kita, dan sangat mungkin terhirup dalam kondisi normal. “Tapi
kan intensitasnya tidak besar, dan kalaupun terpapar tidak
terus-menerus seperti saat bencana seperti Merapi kini,” kata Mukhtar.
Dengan intensitas tinggi, bisa jadi bulu-bulu hidung tak cukup kuat menahan serangan partikel
polutan berbahaya. Belum lagi ada kemungkinan suhu panas dan gas-gas
beracun yang mungkin ikut keluar bersama abu vulkanik. Akumulasi silika
dalam paru-paru bisa mengakibatkan silikosis yang menyebabkan kerusakan
pada paru-paru. “Silikosis umumnya menyerang pekerja tambang. Namun
mereka terserang silikosis karena paparan silika konsentrasi tinggi dari
jangka waktu yang lama,” kata Mukhtar.
Muhktar
khawatir terhadap kondisi pengungsi yang mungkin mengalami stres,
kurang istirahat, dan kurang makanan bergizi, sehingga akan
mengakibatkan daya tahan tubuh pengungsi turun. Lemahnya daya tahan
tubuh para pengungsi ditambah paparan silika bisa membuat infeksi
semakin mudah menyerang.
Pernapasan
memang paling mudah terpengaruh oleh abu vulkanik. Tapi besar-kecilnya
dampak abu vulkanik sebenarnya bergantung pada sejumlah faktor, seperti
konsentrasi partikel di udara yang sebaiknya kurang dari 10 mikron dalam diameter, frekuensi dan lama pemaparan, kandungan abu, cuaca, serta kondisi kesehatan seseorang.
Cara sederhana
menghindari paparan abu adalah menghindari sumber polusi dengan
mengungsi. Orang dengan penyakit pernapasan atau hanya gejala harus
meninggalkan area paparan tinggi abu vulkanik. Jika konsentrasi silika
melebihi batas yang direkomendasikan: lebih dari 50 mikrogram per meter
kubik. Penggunaan masker menjadi suatu keharusan dalam kondisi tingginya
tingkat polusi udara seperti dalam bencana Merapi. Ketua Umum
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Prof Faisal Yunus, MD, PhD, FCCP,
sejak letusan Merapi pertama pada 26 Oktober lalu, sudah memprediksi
tingginya jumlah pengidap ISPA menyusul letusan Gunung Merapi.
Faisal
saat itu menjelaskan, ada sembilan jenis respirator yang
direkomendasikan berdasarkan kemampuan menyaring partikel dengan ukuran
0,3 mikron atau satu per 1.000 milimeter, yaitu respirator 95 persen, 99
persen, dan 100 persen, serta kemampuan filtrasi terhadap minyak, yaitu
tipe N (Non-resistant to oil), R (Resistant to oil), dan P (oil Proof).
Masker bedah yang terbuat dari kertas atau kain yang banyak beredar
sebenarnya hanya menutupi area sekitar hidung. Masker jenis itu memiliki
keterbatasan filtrasi karena ada celah di sekitar hidung dan mulut yang
memungkinkan tetap masuknya kuman dan polutan yang ada di udara.
Respirator lebih memberi perlindungan ketimbang masker bedah. Respirator
lebih melindungi dan menyaring partikel berukuran satu mikron. Alat ini
terpasang pas di wajah dan berfungsi mencegah kebocoran.
Sayangnya,
justru yang beredar di kalangan pengungsi Merapi adalah jenis masker
bedah itu. Menurut Andreas, masker ini memang belum memenuhi standar
keamanan tubuh manusia. Masker yang paling aman pada situasi sekarang
ini, menurut dia, adalah masker jenis N95. “Ini masker mirip untuk
pasien isolasi flu burung,” katanya. “Idealnya memang menggunakan
respirator N95, tapi kan sangat mahal dan dalam kondisi darurat. Masker
apa pun bisa digunakan daripada tidak sama sekali. Memang kurang nyaman,
tapi penting dilakukan,” kata Mukhtar mengiyakan Andreas.
Untuk
mata, Andreas menambahkan, sebaiknya masyarakat menggunakan kacamata
goggle guna menahan abu. Pasalnya, kacamata ini bisa menutup rapat
sekeliling mata, sehingga abu vulkanik tak akan masuk.
sumber: ruanghati.com
Kandungan
abu vulkanik,kandungan abu merapi,kandungan debu vulkanik,kandungan abu
vulkanik gunung merapi,komposisi debu vulkanik,kandungan gunung
merapi,kandungan material vulkanik,dampak debu vulkanik dari letusan
gunung merapi terhadap kesehatan paru-paru,kandungan abu vulkanik
merapi,partikel bencana gunung merapi,dampak abu vulkanik gunung
merapi,kandungan debu vulkanik merapi,kandungan silika dalam abu
vulkanik gunung merapi,bencana merapi,unsur yang terdapat dalam abu
vulkanik,perbandingan debu vulkanik merapi,unsur kimia abu
vulkanik,gambar debu silica,komposisi abu vulkanik,kandungan kimia debu
vulkanik.
Keterangan Gambar dari atas ke bawah : Abu Volkanis, Abu biasa, Korban ISPA, Kondisi Motor kena debu volkanis
Keterangan Gambar dari atas ke bawah : Abu Volkanis, Abu biasa, Korban ISPA, Kondisi Motor kena debu volkanis
Sumber : http://www.beritaunik.net/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar