VIVAnews – Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR, Eva
Kusuma Sundari, mengatakan M Daming Sunusi tak layak menjadi seorang
hakim agung karena ia tak memiliki empati terhadap isu perkosaan.
Saat
uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung oleh DPR, Daming sempat
berkelakar soal kasus perkosaan yang saat ini marak terjadi. “Kalau
untuk narkoba dan korupsi, saya setuju hukuman mati. Tapi untuk kasus
perkosaan, harus dipertimbangkan lebih dulu karena yang diperkosa dengan
yang memerkosa sama-sama menikmati. Jadi harus pikir-pikir terhadap
hukuman mati (bagi pelaku perkosaan)” kata Daming di ruang rapat Komisi
III DPR, Senin 14 Januari 2013.
Eva yang kemarin berhalangan
menghadiri uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung pun terkejut
mendengar pernyataan Daming di hadapan rekan-rekan sekomisinya.
Menurutnya, seharusnya Daming tidak menjadikan isu perkosaan yang
menjadi fokus hak asasi manusia, sebagai candaan.
“Dia tidak siap
jadi hakim agung karena tidak punya empati dan sensitivitas dalam
menyampaikan keadilan sebagaimana amanat UU Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, UU Hak Asasi Manusia, UU Anti Diskriminasi terhadap Perempuan,
UU Perlindungan Anak, UU Sistem Peradilan Anak, dan UU Perdagangan
Orang. Cara berpikirnya represif terhadap perempuan,” kata Eva, Selasa
15 Januari 2013.
Politisi PDIP itu melihat persoalan semacam itu
sudah menjadi masalah struktural di kelembagaan MA. Eva mengatakan ia
pernah mendapat laporan dari Pengadilan Negeri Depok, ada seorang hakim
perempuan yang bertanya pada korban perkosaan dengan gurauan yang sama
dengan Daming.
“Ini menunjukkan sebagian hakim tidak pernah
membaca produk UU terkait untuk menangani persoalan gender. Ketua MA
harus melihat ini sebagai permasalahan serius karena cara berpikir para
hakim yang tak adil terhadap minoritas perempuan. Ini tragedi bagi
perempuan dan anak,” ujar Eva.
Dangkal Pikiran
Secara
terpisah, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Thohari mengatakan pemikiran Hakim
Daming Sunusi sangat dangkal terhadap kasus perkosaan. “Kalau ia
menolak hukuman mati terhadap pelaku perkosaan dengan alasan pelaku dan
korbannya saling menikmati, maka sungguh saya gagal memahami jalan
pikiran dan hati nurani calon hakim agung ini,” kata Hajriyanto.
“Saya
rasa sikap dia itu sangat naif dan tanpa argumen. Itu pikiran yang
sangat superfisial. Beda lagi jika dia menyatakan dia berideologi anti
hukuman mati, itu masih bisa dimengerti,” kata politisi Golkar itu.
Menurut
Hajriyanto, hukuman mati bagi pemerkosa harus tetap menjadi alternatif.
Apalagi bila pemerkosaan dilakukan beramai-ramai oleh beberapa pelaku
yang kemudian mengakibatkan korban meninggal dunia. (eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar