NKN NEWS STICKER

Akibat imbas debu vulkanik gunung Kelud, di Mojokerto kini langka masker. Bahkan dibeberapa apotik dan swalayan juga habis

Rabu, 06 Oktober 2010

Soal Merger Flexi-Esia, BRTI Tak Setuju Ada Monopoli FWA Achmad Rouzni Noor II - detikinet

Jakarta - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) belum dalam posisi setuju atau
menolak soal rencana merger Telkom Flexi dan Esia milik Bakrie Telecom. Namun jika berpotensi monopoli, maka kasus ini akan jadi perhatian serius regulator.

Menurut Anggota BRTI Heru Sutadi, pihaknya belum mendapat laporan dari Telkom maupun Bakrie Telecom. Keduanya juga dinyatakan belum berkonsultasi ke BRTI soal rencana konsolidasi layanan Fixed Wireless Access (FWA) berteknologi Code Division Multiple Access (CDMA) ini.

"Sehingga BRTI belum dalam posisi setuju atau menolak. Tapi kami memiliki concern yang sama dengan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), mengingat keduanya adalah pemain dominan di FWA," ungkap Heru kepada detikINET di Jakarta, Selasa (21/9/2010).

Baik Telkom maupun Bakrie Telecom, jika digabung menguasai lebih dari 80 persen pelanggan FWA di Indonesia. Flexi memiliki 16,2 juta pelanggan, sementara Esia sekitar 11,1 juta. Hal yang sama berlaku untuk jumlah infrastruktur Base Transceiver Station (BTS). Flexi memiliki 5.600 BTS sedangkan Esia lebih dari 4.000 unit BTS.

Sementara pemain FWA lainnya masih ada dua operator lagi, yakni Indosat StarOne dan Hepi dari Mobile-8 Telecom. Jumlah pelanggan keduanya relatif kecil. StarOne terbilang stagnan dengan pelanggan tak lebih dari 700 ribu. Sementara Hepi cuma tak sampai 300 ribu.

"Dalam konsolidasi, selain jangan sampai terjadi perilaku monopoli yang menghambat persaingan, yang juga jadi concern kami adalah terkait dengan sumber daya terbatas seperti frekuensi dan penomoran," jelas Heru.

Sebelumnya diberitakan, KPPU sempat menyatakan khawatir bahwa rencana merger dua layanan telepon FWA ini akan memicu monopoli.

"Apabila memang berpotensi mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, KPPU berwenang untuk membatalkan merger tersebut," tegas Plh. Kepala Biro Humas dan Hukum Kepala Bagian Advokasi KPPU, Zaki Zein Badroen.

Sebagaimana diatur dalam PP No. 57/2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU pun menyarankan kedua operator agar melakukan konsultasi.

"Kedua perusahaan tersebut mendominasi pasar FWA, jika digabung kita mengharapkan tidak melanggar Pasal 28 dan 29 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," jelas Zaki.

Sekjen Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel) Mas Wigrantoro Roes Setyadi juga mengingatkan, sebelum merger terjadi harus dipikirkan matang-matang. Sebab, salah ambil keputusan malah bisa terseret kasus korupsi karena merugikan negara.

"Kalau hanya mengejar deadline, asal ditandatangani, mengejar akhir masa jabatan, iya kalau kebeneran. Kalau pas sial, yang terlibat bisa kena pasal 2 dan 3 UU Anti Korupsi. Saran saya sih jangan terburu-buru. Lakukan dengan teliti, komprehensif, dan seksama," papar pengamat kebijakan publik ini.

Apa alasannya kena pasal anti korupsi? "Salah hitung, nilai transaksi bisa dianggap overvalue. Terus ada pengalihan aset publik (Flexi) ke swasta (Esia). Atau barangkali ada titipan-titipan. Kan semua ini menjadi sasaran anti korupsi," urai Mas Wig, panggilan akrabnya.

"Mungkin maksudnya bukan secara sengaja mau korupsi. Namun ketergesaan cenderung teledor, tidak teliti, yang dapat berujung pada kerugian negara. Jangan lupa, yang akan ditransaksikan dari pihak Telkom adalah aset publik milik negara," jelasnya lebih lanjut.

Selaku pemilik saham minoritas di kedua operator ini, Mas Wig berpendapat
penggabungan ini bisa menyelematkan posisi keuangan Bakrie.

"Bisa jadi ini kesepakatan politis, who knows? Bagi Flexi, penggabungan bisa
memberikan alasan untuk lebih diperhatikan dan tumbuh kembang. Bagi Esia, rapid growth," tandasnya.

Berdasarkan laporan keuangan Bakrie Telecom per Juni 2010, pada 16 Juli 2010 salah satu emiten Grup Bakrie ini kembali berutang USD 30 juta. Setelah itu pada 12 Agustus 2010 berhutang RMB 2 miliar dari Industrial and Commercial Bank of China dan Huawei Technologies Co. Ltd.

Tambahan utang ini membuat beban bunga yang dibayarkan oleh Esia kembali menanjak sehingga menekan bottom line perseroan. Tercatat, laba bersih Bakrie Telecom pada semester I lalu anjlok drastis 96,29 persen dari Rp 72,8 miliar menjadi Rp 2,7 miliar.

( rou / rns )

Tidak ada komentar:

Terimakasih Atas Kunjungannya. Semoga Bermanfaat