NKN NEWS STICKER

Akibat imbas debu vulkanik gunung Kelud, di Mojokerto kini langka masker. Bahkan dibeberapa apotik dan swalayan juga habis

Selasa, 24 April 2012

Kangen Eko Sarjono (II)

...Entah, beberapa lebaran aku pulang, tak sempat aku bertemu dengan Eko Sarjono, karena memang aku tak punya waktu yang lama saat lebaran di Sudut Sidomukti. Bisa saja Jon menganggapku sombong, tidak apa-apa dia punya hak untuk menilai itu, tetapi sebenarnya sebagai teman  dan sahabatnya aku ingin sekali bicara lama, lama sekali dengan topik yang berdinamika, mulai hal konyol saat sekolah sampai menjadi orang tua seperti saat ini...

Kami lahir dari keluarga sederhana yang sangat menjunjung tinggi hubungan sosial, karena sejarahlah yang membangun kekokohan hubungan keluarga. Kehidupan orang-orang kampung yang tidak terlalu banyak berharap, keculai tetap memiliki kegigihan untuk memintarkan anak-anaknya, menjadi orang yang madiri dan "tahan banting". 

Kami berdua bukanlah bayi yang selalu digendong oleh kereta bayi yang mahal, karena saat itu mungkin kereta bayi hanya terbuat dari kayu dan angat konvensional ,seperti milik orang-orang China dan  tidak semodern kereta bayi saat ini. Tetapi bayi yang selalu di gendong dan selalu dalam dekapan ibunda saat menyusu. Tetapi justru dengan itu menjadikan kami adalah bayi-bayi yang selalu dekat secara lahir maupun batin, karena setiap saat kami selalu bersentuhan dengan ibunda, disitulah tempat bercanda membangun jiwa kami menjadi anak-anak yang insyaallah sangat mencintai seorang ibu!

Eko Sarjono, ketika ujian SMP tiba, saat itu pulalah semangat belajar kami memuncak. Meski aku dan Jon tidak sekelas waktu itu, tetapi ini merupakan nilai lebih bagi kami berdua, karena beda kelas mungkin bisa saling mengukur tingkat kompetensi masing-masing. Sebab itupula aku bisa tahu peringkat teman yang tidak sekelas, terutama kelas yang ditempati Jon. Kami bukanlah siswa yang berprestasi, namun alhamdulillah termasuk dari golongan siswa yang diperhitungkan. Karena sisi lain, mungkin saja karena aku dan Jon adalah siswa yang tampan? selalu berhumor dan sangat mudah beradaptasi.

Di pinggir sawah "jalan selatan" atau kami menyebutnya "embong kidul", menjadi surga dan neraka bagi kami. Disitu tempat kami berkejar-kejaran dengan mandor tebu, mencari ikan di kali dan merupakan arena tempat kami bila melakukan perjanjian untuk perkelaihan dengan rifal-rifalku maupun rifal Jon. Karena tempat ini sepi, hanya dilewati dokar dan pedati. Sepi, tetapi dipenuhi  dengan hembusan angin yang berlimpah-limpah oksigen dari tanaman tebu dan hijau lainnya. 

DI embong kidul itulah kami menghabiskan waktu belajar menghadapi ujian dan saling melakukan pertanyaan yang diprediksi akan keluar dalam ujian SMP (1978). Sesekali apabila ada pedati lewat dalam kondisi kosongan, kami berhenti belajar dan menumpanginya sampai beberapa jarak, kemudian berjalan kemabli ke tempat yang rindang , "kampus" kami berdua."Gbr:Jalanan itu sekarang..."(bersambung)

Tidak ada komentar:

Terimakasih Atas Kunjungannya. Semoga Bermanfaat