NKN NEWS STICKER

Akibat imbas debu vulkanik gunung Kelud, di Mojokerto kini langka masker. Bahkan dibeberapa apotik dan swalayan juga habis

Minggu, 11 September 2011

Monyet (bedhes) Lebih Patuh Pada Peraturan?

Suatu ketika ada pertunjukan topeng monyet. Seperangkat alat musik gamelan kenong 3 buah seperti apem yang dipadukan dengan kendang dan timbal...creng! dipukul keras-keras oleh sang "musikus" topeng monyet. Sementara sang "pawang" (kera atau bedhes) melakukan perintah atraksi kepada si monyet. Mulai dari memikul air, ke pasar, bersolek dan sampai naik motor.

Cepat saja dikerumuni oleh penonton yang sebgian besar adalah anak2 dan juga adapula bapak dan ibu-ibu. Mereka mengelilingi atraksi yang digelar spontan tanpa perijinan asal ada keramaian dan pelunag rejeki mereka tentulah akan menggelar atraksi topeng monyet ini.

Saat berlangsung atraksi mengambil air , sang monyet membawa timba air. Dengan pandangan kosong dan sesekali marah monyet ini menuruti perintah "majikannya" itu. Ya tak ubahnya seperti juga karyawan kantoran atau hubungan buruh dan majikan ini adalah sebuah bentuk simbiosis mutualisme, saling menguntungkan satu sama lain. Si Monyet tentu tak berharap banyak kecuali ada pisang dan air minum, namun majikan dan "staffnya" itu yang memiliki kebutuhan lebih komplek.Si monyet mengitari penonton, sesekali berhenti, mungkin saja karena kelelahan atau ngambeg, maka sang majikan akan menarik tali yang dikalungkan di leher si monyet.

Bersamaan dengan atraksi ambil air itu , seorang bapak melempar uang yang ke dalam timba, tetapi uang itu terjatu di tanah, si monyet cuek saja dengan maksud bapak tadi. Demikian pula dengan beberapa orang yang lain juga ada yang mulai memberikan uang sebagai harga "ticket" pertunjukan, lagi-lagi monyet tak menghiraukan , dia terus dengan kewajibannya menghibur orang2 di sekitarnya. Si bapa yang melempar uang itu mengambil kembali uang recehan 1000ribunya demikian pula dengan beberapa orang yang lain.

Saat atraksi mulai berakhir, maka si monyet membawa sebuah wadah yang di edarkan ke pengunjung seperti kotak amal di masjid. Maka monyet itu mulai memungut uang dari penonton, dengan seksama monyet itu mengacungkan wadahnya. 

Akhirnya ada sebuah kesimpulan dari proses ini. Bahwa monyet begitu mengerti dengan skenario yang merupakan "protap" dalam melaksanakan kewajibannya. Saat melakukan atraksi, si monyet tidak akan menghiraukan uang yang dilemparkan pengunjung seberapapun besarannya. Namun begitu sampai pada acara "pemungutan" uang, maka monyet ini mau menerima bahkan dia akan terduduk diam bila penonton tidak segera memberikan uangnya! Ternyata  monyet patuh terhadap peraturan!

Bila kita korelasikan dengan proses yang terjadi di alam manusia, masih banyak mereka yang tidak memetuhi peraturan bahkan cenderung melanggar, seperti "tega" menerima gratifikasi, bahkan proyek yang amasih dalam perencanaan saja sudah ada transaksi penyuapan...itu masih diluar hak yang diterimanya setiap bulan? Ya terlepas dari benar atau tidak apa yang diceritakan ustad semalam dalam acara halal bi halal di kampung saya ini, memang ada juga benarnya...akankah kita turun derajad dibawah derajat monyet? ato bedhes? Tidaklah ya...mari patuhi segala peraturan***Nangkris

Tidak ada komentar:

Terimakasih Atas Kunjungannya. Semoga Bermanfaat